Sabtu, 19 November 2011

Khas Indonesia - Makanan Asli Indonesia - Lamongan


Tahu Campur




Bagi anda yang belum familiar dengan tahu campur khas Lamongan, petama kali mengkonsumsinya anda akan merasakan sensasi rasa sedikit pahit dan pedas yang begitu terasa dari kuah petis yang digunakan. Namun bila anda menikmati untuk kedua kalinya atau lebih, maka sensasi tersebut akan membuat anda ketagihan. Kuah yang terlihat kental dan berwarna hitam pekat juga terbuat dari petis. Petis sendiri merupakan produk sampingan pengolahan ikan/hasil laut ( udang, pindang, kupang) yang dipanasi hingga cairan kuah menjadi kental seperti saus yang lebih padat. Untuk pembuatan tahu campur khas Lamongan, biasanya digunakan petis yang terbuat dari udang.

Soto Lamongan


Soto Lamongan berbeda denga soto yang lain. Soto Lamongan menggunakan poya, yaitu taburan yang terbuat dari kerupuk udang, udang, dan bawang yang digoreng terlebih dahulu kemudian dihaluskan dengan cara ditumbuk. Kuah soto Lamongan pada mulanya termasuk kuah bening, namun pada perkembangannya ditambahkan ikan bandeng sehingga bumbu kuah sehingga kuah menjadi keruh.
Gurih, segar dan sedikit masam, inilah komentar pertama ketika menikmati soto lamongan. Soto Lamongan dilengkapi dengan telur. Kuahnya yang berwarna agak kuning dipadukan denga hijau seledri dan daun bawang. Kelezatan soto Lamongan ini akan membuat anda setuju dengan sebutan soto Lamongan adalah rajanya soto

Kikil


Kikil merupakan bagian dari kaki sapi atau kambing, bentuknya seperti kulit tebal dan menyelimuti tulang dan jari jari kaki. Bagi para penikmat kikil, keasyikan tersendiri dari menikmati kikil adalah tekstur kikil yang agak liat. Sebanding dengan kelezatannya, memasak kikil memerlukan kesabaran dan ketelatenan tersendiri. Kikil menjadi spesial di Lamongan disebabkan karena di depot-depot banyak dijumpai makanan yang menggunakan bahan kikil sebagai bahan utamanya, seperti soto kikil atau rawon kikil.
Soto kikil merupakan varian dari soto daging. Perbedaan diantara keduanya hanya terdapat pada bahan utama yaitu kikil serta tidak digunakannya poya seperti soto Lamongan. Sementara itu rawon kikil juga memiliki perbedaan hanya terletak pada bahan utamanya saja.


Nasi Boran

Istilah nasi Boran diambil dari wadah nasi yang disebut Boran, yaitu semacam keranjang yang terbuat dari bambu yang berbentuk lingkaran pada bagian atas dan persegi pada bagian bawahnya dengan empat penyangga disetiap sudutnya. Masakan ini terdiri dari nasi putih atau nasi jagung, dan berbagai macam lauk-pauk seperti ayam goreng, udang, tempe, tahu, telur asin, uretan (bakal calon telur), ikan bandeng, ikan kutuk dan ikan sili yang dicampur dalam sambal kuah yang pedas asam, urapan sayur, gimbal gorengan, dan ditambahkan rempeyek.
Nilai khas dari nasi Boran adalah terletak pada resep sambalnya. Ada dua jenis sambal yang digunakan, yaitu sambal kuah dan sambal urap. Selain terletak pada sambalnya, kekhasan nasi Boran juga terletak pada lauk-pauknya. Ada 3 jenis lauk yang menjadi ciri khas nasi Boran, yaitu ikan bandeng, ikan kutuk, dan ikan sili.


WINGKO


Wingko adalah sebuah kudapan yang berbentuk bulat pipih, dengan aroma harum, memadukan rasa manis gula dan gurihnya kelapa. Kecamatan Babat merupakan tempat pertama kali dibuat sehingga namanya Wingo Babat. Wingko Babat sangat cocok untuk dijadikan oleh-oleh khas Lamongan.
Wingko dapat dibuat dengan alat dan bahan yang sederhana dan mudah diperoleh. Wingko dibuat dari kelapa muda parut, tepung ketan, dan gula pasir. Pada mulanya Wingko dibuat dengan rasa alami kelapa dan gula saja, kini wingko dapat diperoleh dengan berbagai rasa. Aromanya yang harum khas kelapa dengan rasa manis dan gurih memang memberikan rasa tersendiri.

Rabu, 16 November 2011

Pemanfaatan Ekstrak Daun Pepaya (Carica papaya) sebagai Pestisida Alami yang Ramah Lingkungan


Berkembangnya penggunaan pestisida sintesis yang dinilai praktis oleh para petani dan pecinta tanaman untuk mencegah tanamannya dari serangan hama, ternyata membawa dampak negatif yang cukup besar bagi manusia dan lingkungan. Menurut WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) tercatat bahwa di seluruh dunia terjadi keracunan pestisida antara 44.000 - 2.000.000 orang setiap tahunnya. Dampak negatif dari penggunaan pestisida sintetis adalah meningkatnya daya tahan hama terhadap pestisida (resistansi hama itu sendiri), membengkaknya biaya perawatan akibat tingginya harga pestisida dan penggunaan yang kurang tepat dapat mengakibatkan keracunan bagi manusia dan ekosistem di lingkungan menjadi tidak stabil / tidak seimbang.
Cukup tingginya dampak negatif dari penggunaan pestisida sintetis, mendorong berbagai usaha untuk menekuni pemberdayaan / pemanfaatan pestisida alami sebagai alternatif pengganti pestisida sintesis. Salah satu pestisida alami yang dapat digunakan adalah ekstrak daun pepaya. Selain ramah lingkungan, pestisida alami merupakan pestisida yang relatif aman dalam penggunaannya dan ekonomis. Untuk itu, penulis akan membahas mengenai pemanfaatan ekstrak daun pepaya (Carica papaya) sebagai pestisida alami yang ramah lingkungan.
Kandungan Kimia Daun Pepaya (Carica papaya)
Daun pepaya (Carica papaya) mengandung berbagai macam zat, antara lain : vitamin A 18250 SI , vitamin B1 0,15 mg, vitamin C 140 mg, kalori 79 kal, protein 8,0 gram, lemak 2 gram, hidrat Arang 11,9 gram, kalsium 353 mg, fosfor 63 mg, besi 0,8 mg, air 75,4 gram , papayotin, kautsyuk, karpain, karposit, Daun pepaya mengandung bahan aktif “Papain”, sehingga efektif untuk mengendalikan “ulat dan hama penghisap”
Cara Pembuatan Pestisida Alami dari Daun Pepaya (Carica papaya)
( ilustrasi cara pembuatan pestisida alami dari daun pepaya)
Adapun langkah- langkah pembuatan pestisida alami dari daun pepaya, yaitu:
1. Mengumpulkan kurang lebih 1 kg daun pepaya (sekitar 1 tas plastik besar/ 1 ember besar).
2. Menumbuk daun pepaya hingga halus.
3. Hasil tumbukan/rajangan direndam di dalam dalam 10 liter air kemudian ditambahkan 2 sendok makan minyak tanah dan 30 gr detergen. Hasil campuran, didiamkan semalam.
4. Menyaring larutan hasil perendaman dengan kain halus. Dan menyemprotkan larutan hasil saringan ke tanaman.
Manfaat Ekstrak Daun Pepaya (Carica papaya) sebagai Pestisida Alami
Pestisida alami adalah suatu pestisida yang bahan dasarnya berasal dari alam seperti tumbuhan. Adapun beberapa keunggulan dari pestisida alami, antara lain:
  • Jenis pestisida ini mudah terurai (biodegradable) di alam, sehingga tidak mencemarkan lingkungan (ramah lingkungan).
  • Relatif aman bagi manusia dan ternak karena residunya mudah hilang.
  • Dapat membunuh hama/ penyakit seperti ekstrak dari daun pepaya, tembakau, biji mahoni, dsb.
  • Dapat sebagai pengumpul atau perangkap hama tanaman: tanaman orok-orok, kotoran ayam
  • Bahan yang digunakan pun tidak sulit untuk dijumpai bahkan tersedia bibit secara gratis (ekonomis).
  • Dosis yang digunakan pun tidak terlalu mengikat dan beresiko dibandingkan dengan penggunaan pestisida sintesis. Untuk mengukur tingkat keefektifan dosis yang digunakan, dapat dilakukan eksperimen dan sesuai dengan pengalaman pengguna. Jika satu saat dosis yang digunakan tidak mempunyai pengaruh, dapat ditingkatkan hingga terlihat hasilnya. Karena penggunaan pestisida alami relatif aman dalam dosis tinggi sekali pun, maka sebanyak apapun yang diberikan tanaman sangat jarang ditemukan tanaman mati. Yang ada hanya kesalahan teknis, seperti tanaman yang menyukai media kering, karena terlalu sering disiram dan lembab, malah akan memacu munculnya jamur. Kuncinya adalah aplikasi dengan dosis yang diamati dengan perlakuan sesuai dengan karakteristik dan kondisi ideal tumbuh untuk tanamannya.
Pestisida alami merupakan pemecahan jangka pendek untuk mengatasi masalah hama dengan cepat. Pestisida alami harus menjadi bagian dari sistem pengendalian hama terpadu, dan hanya digunakan bila diperlukan (tidak digunakan jika tidak terdapat hama yang merusak tanaman). Pestisida alami dari ekstrak daun pepaya memiliki beberapa manfaat, antara lain: dapat digunakan untuk mencegah hama seperti aphid, rayap, hama kecil, dan ulat bulu serta berbagai jenis serangga.

Kamis, 10 November 2011

Busuk Biji Phomosis (Phomosis Seed Decay) Pada Tanaman Kedelai


Biji yang terinfeksi Phomosis spp. Akan retak dan mengkerut atau keriput, mengecil dan terdapat bercak yang merupakan tubuh jamur berwarna coklat keabuan sampai hitam (Koenning, 2002) dan biasanya mempunyai daya kecambah yang rendah. Jika biji digunakna untuk kepentingan agronomis dapat menghasilkan kemunculan bercak pada biji. Busuk biji ini seperti halnya penyakit tular benih lainnya, merupakan hasil dari keterlambatan panen dan kondisi kelembaban selama perkembangan biji. Serangan Phomopsis spp. banyak terjadi pada lahan-lahan pertanian yang ditanami dengan kedelai terutama pada saat pemasakan biji. Jika penen terlambat dan kondisi kelembaban tinggi terjadi maka kemungkinan infeksi pada biji dapat berlangsung (Lemay, 2000).
Gejala lain dari serangan Phomopsis spp.  khususnya Phomopsis longicolla adalah biji tampak berwarna putih pucat serta biji yang terinfeksi tidak dapat berkecambahkarena jamur tersebut merusak embrio. Tingkat perkecambahan dari biji yang kurang dari 70% tidak dapat digunakan lagi sebagai benih untuk perbanyakan (Smith, 1999). Penyebab penyakit ini membentuk piknidium 120-180 x 135-240 µm dan mempunyai 2 macam konidium yaitu konidium alfa yang terdiri dari 1 sel, berukuran 4,9-9,8 µm dan konidium beta, memanjang dan ujung bengkok 20-30 x 0,5-1µm. Pengendalian penyakit ini meliputi penanaman varietas tahan, sanitasi kebun, pembersihan sisa tanaman yang telah dipanen dan perlakuan pasca panen.
Phomopsis spp. merupakan jamur imperfect dari Diaporthe phaseolorum. Konidia jamur Diapothe phaseolorum berbentuk pendek, hialin, satu sel berukuran 4,9 – 9,8 x 1,7-3,2 µm.
Siklus penyakit Diporthe phaseolorum : inokulum awal untuk infeksi berasal dari miselium, piknidia dan perisitia yang menginfeksi biji. Jamur ini menginfeksi banyak tanaman termasuk kedelai (Phaseolis vulgaris), cowpea (vigna unguiculata), garlic (Allium sativum), kacang tanah (Arachis hypogea), bawang (Allium cepa) dan tomat (Lycopersicon esculentum).
Biji-biji yang sakit merupakan sumber inokulum utama dari jamur Diphorthe phaseolorum. Biji-biji menjadi terserang pada saat pembentukan biji dan infeksinya meningkat pada saat panen selama cuaca hangat dan basah, selanjutnya biji mengalami kerusakan dan busuk. Jamur mampu bertahan hidup dalam penyimpanan selama 2 (dua) tahun dalam kondisi dingin dan kering. Infeksi pada biji menyebabkan biji gagal untuk berkecambah (seedling blight). Miselium jamur menyerang ovul melalui funiculus dan hilum. Didalam biji terbentuk koloni jamur pada semua jaringan, permukaan biji, kotiledon dan juga radicle dan plumule.
Pengendalian jamur Diaporthe phaseolorum : menanam tanaman sehat, benih/bii bebas patogen, aplikasi potasium pada tanah untuk mengurangi infeksi pada biji dan penggunaan jins kedelai yang resisten.

Daftar Pustaka
Rasminah, Siti. 2010. Penyakit-Penyakit Pascapanen Tanaman Pangan. UB Press. Malang

Rabu, 02 November 2011

Bioinsektisida, pengendali hama yang ramah lingkungan


Serangan hama merupakan salah satu faktor pembatas untuk peningkatkan produksi pertanian yang dalam kasus ini adalah pemeliharaan anggrek. Untuk mengendalikan hama sering kali digunakan pestisida kimia dengan dosis yang berlebih. Padahal akumulasi senyawa-senyawa kimia berbahaya dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kelestarian lingkungan dan kesehatan manusia. Ditengah maraknya budidaya pertanian organik, maka upaya pengendalian hama yang aman bagi produsen/petani dan konsumen serta menguntungkan petani, menjadi prioritas utama. Salah satu alternatif pengendalian adalah pemanfaatan jamur penyebab penyakit pada serangga (bio-insektisida), yaitu jamur patogen serangga Beauveria bassiana.
Jamur Beauveria bassiana adalah jamur mikroskopik dengan tubuh berbentuk benang-benang halus (hifa). Kemudian hifa-hifa tadi membentuk koloni yang disebut miselia. Jamur ini tidak dapat memproduksi makanannya sendiri, oleh karena itu ia bersifat parasit terhadap serangga inangnya.
Laboratorium BPTPH Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta telah mengembangkan dan memproduksi secara massal jamur patogen serangga B. bassiana sebagai insektisida alami. Berdasarkan kajian jamur B. bassiana efektif mengendalikan hama walang sangit, wereng batang coklat, dan kutu (Aphids sp). Akan tetapi, bukan tidak mungkin akan efektif bila diuji coba pada serangga-serangga hama anggrek seperti kutu gajah.
Sistem kerjanya yaitu spora jamur B. bassiana masuk ke tubuh serangga inang melalui kulit, saluran pencernaan, spirakel dan lubang lainnya. Selain itu inokulum jamur yang menempel pada tubuh serangga inang dapat berkecambah dan berkembang membentuk tabung kecambah, kemudian masuk menembus kutikula tubuh serangga. Penembusan dilakukan secara mekanis dan atau kimiawi dengan mengeluarkan enzim atau toksin. Jamur ini selanjutnya akan mengeluarkan racun beauverin yang membuat kerusakan jaringan tubuh serangga. Dalam hitungan hari, serangga akan mati. Setelah itu, miselia jamur akan tumbuh ke seluruh bagian tubuh serangga. Serangga yang terserang jamur B. bassiana akan mati dengan tubuh mengeras seperti mumi dan tertutup oleh benang-benang hifa berwarna putih.
Dilaporkan telah diketahui lebih dari 175 jenis serangga hama yang menjadi inang jamur B. bassiana. Berdasarkan hasil kajian jamur ini efektif mengendalikan hama walang sangit (Leptocorisa oratorius) dan wereng batang coklat (Nilaparvata lugens) pada tanaman padi serta hama kutu (Aphids sp.) pada tanaman sayuran.
Beberapa keunggulan jamur patogen serangga B. bassiana sebagai pestisida hayati yaitu :
  • Selektif terhadap serangga sasaran sehingga tidak membahayakan serangga lain bukan sasaran, seperti predator, parasitoid, serangga penyerbuk, dan serangga berguna lebah madu.
  • Tidak meninggalkan residu beracun pada hasil pertanian, dalam tanah maupun pada aliran air alami.
  • Tidak menyebabkan fitotoksin (keracunan) pada tanaman
  • Mudah diproduksi dengan teknik sederhana.
Teknik aplikasinya cukup mudah, yaitu dengan mengambil 2-3 gr formulasi dan disuspensikan dalam 1 ltr air, tambahkan 3 sendok gula pasir per tangki, waktu semprot sore hari. Dalam satu kemasan formulasi B. bassiana, berisi 100 gram formulasi padat. Itupun dapat dikembangbiakan secara konvensional, sehingga lebih menghemat pengeluaran. Akhirnya, walaupun keberhasilan dari insektisida biologis dari jamur ini memberikan dampak positif terhadap pengendalian serangga hama tanaman dan keselamatan lingkungan. Namun dalam penerapannya di masyarakat masih minim, sehingga memerlukan upaya sosialisasi yang lebih intensif.