Kamis, 29 Desember 2011

Pengobatan Herba dengan Bandotan (Ageratum conyzoides L.)


Sinonim :
A. ciliare Lour. (non Linn), A. cordifolium Roxb.
Familia :
compositae (asteraceae).
Uraian :
Bandotan tergolong ke dalam tumbuhan terna semusim, tumbuh tegak atau bagian bawahnya berbaring, tingginya sekitar 30-90 cm, dan bercabang. Batang bulat berambut panjang, jika menyentuh tanah akan mengeluarkan akar. Daun bertangkai, letaknya saling berhadapan dan bersilang (compositae), helaian daun bulat telur dengan pangkal membulat dan ujung runcing, tepi bergerigi, panjang 1-10 cm, lebar 0,5-6 cm, kedua permukaan daun berambut panjang dengan kelenjar yang terletak di permukaan bawah daun, warnanya hijau. Bunga majemuk berkumpul 3 atau lebih, berbentuk malai rata yang keluar dari ujung tangkai, warnanya putih. Panjang bonggol bunga 6-8 mm, dengan tangkai yang berambut. Buahnya berwarna hitam dan bentuknya kecil. Daerah distribusi, Habitat dan Budidaya Bandotan dapat diperbanyak dengan biji. Bandotan berasal dari Amerika tropis. Di Indonesia, bandotan merupakan tumbuhan liar dan lebih dikenal sebagai tumbuhan pengganggu (gulma) di kebun dan di ladang. Tumbuhan ini, dapat ditemukan juga di pekarangan rumah, tepi jalan, tanggul, dan sekitar saluran air pada ketinggian 1-2.100 m di atas permukaan laut (dpl). Jika daunnya telah layu dan membusuk, tumbuhan ini akan mengeluarkan bau tidak enak.
Nama Lokal :
NAMA DAERAH: Sumatera: bandotan, daun tombak, siangit, tombak jantan, siangik kahwa, rumput tahi ayam. Jawa: babadotan, b. leutik, babandotan, b. beureum, b. hejo, jukut bau, ki bau, bandotan, berokan, wedusan, dus wedusan, dus bedusan, tempuyak. Sulawesi: dawet, lawet, rukut manooe, rukut weru, sopi. NAMA ASING : Sheng hong ji (C), bulak manok (Tag.), ajganda, sahadevi (IP), billy goat weed, white weed, bastard agrimony (I), celestine, eupatoire bleue. NAMA SIMPLISIA: Agerati Herba (herba bandotan), Agerati Radix (akar bandotan).
Penyakit Yang Dapat Diobati :
Herba ini rasanya sedikit pahit, pedas, dan sifatnya netral. Bandotan berkhasiat stimulan, tonik, pereda demam (antipiretik), antitoksik, menghilangkan pembengkakan, menghentikan perdarahan (hemostatis), peluruh haid (emenagog), peluruh kencing (diuretik), dan pelumuh kentut (kaiminatit). Daun bandotan dapat digunakan pula sebagai insektisida nabati. Selain Ageratum conyzoide.s L., terdapat bandotan varietas lain yang mempunyai khasiat yang sama, yaitu Ageratum haoustonianum Mill. Ekstrak daun bandotan (5% dan 10%) dapat memperpanjang siklus birahi dan memperlambat perkembangan folikel mencit betina (virgin dan non virgin). Namun, tidak berefek pada uterus, vagina, dan liver. Setelah masa pemulihan, siklus birahi dan perkembangan folikel kembali normal. Tidak ada perbedaan efek antara mencit virgin dan non virgin selama perlakuan (Yuni Ahda, JF FMIPA UNAND, - 1993). Ekstrak daun bandotan dalam minyak kelapa dosis 20% tidak memberikan efek penyembuhan luka. Namun, pada dosis 40% dan 80% dapat menyembuhkan luka secara nyata sesuai dengan peningkatan dosis. Bahkan, efek penyembuhan luka pada dosis 80% tidak berbeda nyata dengan yodium povidon 10% (Eliza Magdalena, JF FMIPA UI, 1993).
Pemanfaatan :
Bagian Yang Digunakan
Bagian yang digunakan untuk obat adalah herba (bagian di atas tanah) dan akar. Herba yang digunakan berupa herba segar atau yang telah  dikeringkan.

Indikasi
Herba bandotan berkhasiat untuk pengobatan: demam,malaria, sakit tenggorok, radang paru (pneumonia), radang telinga tengah (otitis media), perdarahan, seperti perdarahan rahim, luka berdarah dan mimisan, diare, disentri, mulas (kolik), muntah, perut kembung, keseleo, pegal linu, mencegah kehamilan, badan lelah sehabis bekerja berat,  produksi air seni sedikit, tumor rahim, dan perawatan rambut. Akar berkhasiat untuk mengatasi demam.
Cara Pemakaian
Untuk obat yang diminum, rebus 15 - 30 g herba kering atau 30 -60 g herba segar. Cara lain tumbuk herba segar, lalu peras dan air perasannya diminum.
Untuk pemakaian luar, tumbuk herba segar sampai halus. Selanjutnya, campurkan minyak sayur sedikit dan aduk sampai rata, lalu bubuhkan pada luka yang masih baru, bisul, eksim, dan penyakit kulit lainnya (seperti kusta/lepra). Cara lain, giling herba kering menjadi serbuk, lalu tiupkan ke kerongkongan penderita yang sakit tenggorokan. Selain itu, daun segar dapat diseduh dan air seduhannya dapat digunakan untuk  membilas mata, sakit perut, dan mencuci luka.
Contoh pemakaian dimasyarakat :
Sakit telinga tengah akibat radang
Cuci herba bandotan segar secukupnya, lalu tumbuk sampai halus. Hasilnya, peras dan saring. Gunakan air perasan yang terkumpul untuk  obat tetes telinga. Sehari 4 kali, setiap kali pengobatan sebanyak 2 tetes.
Luka berdarah, bisul, eksim
Cuci herba bandotan segar secukupnya sampai bersih, lalu tumbuk sampai halus. Turapkan ramuan ke bagian tubuh yang sakit, lalu balut dengan perban. Dalam sehari, ganti balutan 3-4 kali. Lakukan pengobatan ini  sampai sembuh.
Bisul, borok
Cuci satu tumbuhan herba bandotan segar sampai bersih. Tambahkan sekepal nasi basi dan seujung sendok teh garam, lalu giling sampai halus. Turapkan ke tempat yang sakit, lalu balut dengan perban.
Rematik( istilah kedokteran : reumatik), bengkak karena keseleo
Sediakan satu genggam daun dan batang muda tumbuhan bandotan segar, satu kepal nasi basi, dan 1/2 sendok teh garam. Selanjutnya, cuci daun dan batang muda sampai bersih, lalu tumbuk bersama nasi dan garam. Setelah  menjadi adonan seperti bubur kental, turapkan ramuan ke bagian sendi yang bengkak sambil dibalut. Biarkan selama 1-2 jam, lalu balutan  dilepaskan. Lakukan perawatan seperti ini 2-3 kali sehari.
Perdarahan rahim, sariawan, bisul, bengkak karena memar
Rebus 10-15 g herba bandotan dalam dua gelas air bersih sampai tersisa menjadi satu gelas. Setelah dingin, saring dan air saringannya diminum  sekaligus. Lakukan 2-3 kali sehari.
Tumor rahim
Rebus 30-60 g herba bandotan kering segar atau 15-30 g herba kering dalam tiga gelas air sampai tersisa menjadi satu gelas. Selain direbus, herba segar dapat juga ditumbuk. Air rebusan atau air perasannya diminum satu gelas sehari.
Sakit tenggorokan
(1) Cuci 30-60 g daun bandotan segar sampai bersih, lalu tumbuk sampai halus. Selanjutnya, peras dan saring. Tambahkan larutan gula batu ke dalam air perasan secukupnya dan aduk sampai rata. Minum ramuan dan lakukan tiga kali sehari.
(2)  Cuci daun bandotan secukupnya, lalu jemur sampai kering. Selanjutnya, giling sampai menjadi serbuk. Tiupkan serbuk ke dalam  tenggorokan penderita.
Malaria, influenza
Rebus 15-30 g herba bandotan kering dalam dua gelas air sampai tersisa menjadi satu gelas. Setelah dingin, saring dan minum sekaligus. Lakukan  dua kali sehari.
Perut kembung, mulas, muntah
Cuci satu buah tumbuhan bandotan ukuran sedang sampai bersih, lalu potong-potong seperlunya. Rebus dalam tiga gelas air sampai tersisa  menjadi satu gelas. Setelah dingin, saring dan minum sekaligus. Lakukan  pengobatan ini 2-3 kali sehari sampai sembuh.
Perawatan rambut
Cuci, daun dan batang bandotan segar sampai bersih, lalu tumbuk sampai halus. Oleskan hasil tumbukan ke seluruh kulit kepala dan rambut. Tutup  kepala dengan sepotong kain. Biarkan selama 2-3 jam. Selanjutnya, bilas  rambut.
Komposisi dalam bandotan :
Herba bandotan mengandung asam amino, organacid, pectic substance, minyak asiri kumarin, ageratochromene, friedelin, ß-sitosterol, stigmasterol, tanin, sulfur, dan potassium chlorida. Akar bandotan mengandung minyak asiri, alkaloid, dan kumarin.

Senin, 12 Desember 2011

CVPD (Citrus Vein Phloem Degeneration) pada Tanaman Jeruk


Buah jeruk ialah buah yang banyak di budidayakan di Indonesia, sehingga tingkat penyebaranya sangat merata di Indonesia. Oleh sebab itu apabila makin tinggi tingkat penyebaran maka tingakat trserang hama penyakit maupun penyakit juga akan semakin tinggi pula. Virus yang sering menyerang tanaman jeruk ialah CVPD (Citrus Vein Phloem Degeneration) Penyebab penyakit CVPD yang juga disebut citrus greening atau huanglongbin adalah bakteri Liberobacter yang tergolong dalam subdivisi Protobacteria (Chen. 1998). Bakteri Liberobacter hidup dalam floem tanaman jeruk dan menimbulkan gejala yang khas, bakteri tersebut belum bisa dibiakkan pada media buatan (Wirawan, 2002).
Oleh sebab itu kerugian oleh petani yang disebabkan oleh penyakit ini sangat tinggi , karena bagian yang diserang adalah bagian phloem maka menyebabkan tanaman yang terserang bisa berakibat kelayuan dan akhirnya mati.
II.1 Gejala pada tanaman
Penyakit CVPD ini disebabkan oleh Liberibacter asiaticus (bakteri gram negatif), tanaman yang terserang penyakit ini memilki gejala-gejala pada tanaman antara lain :
a.       Gejala khas
adalah belang-belang kuning (blotching) tidak merata mulai berkembang pada daun bagian ujung yang ketuaannya sempurna, bukan pada daun muda atau tunas. Gejala belang-belang pada bagian atas sama dengan bagian bawah. Pada gejala lanjut daun menjadi lebih kaku dan lebih kecil, tulang daun utama dapat tetap hijau atau menjadi berwarna kuning.
b.      Gejala pada tanaman muda
Adalah kuncup yang berkembang lambat, pertumbuhannya mencuat ke atas, daun menjadi lebih kecil dan ditemukan gejala khas CVPD yaitu blotching, mottle, belang-belang kuning berpola tidak teratur pada helai daun yang agak berbeda dengan gejala defisiensi hara Zn, Mn, Fe atau Mg.
c.       Gejala pada tanaman dewasa
Adalah lebih bervariasi seperti: gejala greening sektoral, diawali dengan munculnya gejala blotching pada cabang-cabang tertentu, diiringi dengan pertumbuhan tunas air lebih banyak dari tanaman normal di luar musim pertunasan. Daun-daun pada cabang sakit menjorok ke atas seperti sikat, gejala berat, daun bisa menguning seluruhnya (seperti defisiensi N) dan terjadi pengerasan tulang daun primer dan sekunder yang dikenal sebagai Vein crocking, sementara itu secara keseluruhan daun menjadi lebih kaku dan menebal. Gejala ini merupakan indikator adanya kerusakan lebih berat pada pembuluh angkut atau phloem, pada pohon yang sudah berproduksi, menyebabkan buah-buah pada cabang-cabang terinfeksi menjadil lebih kecil, tidak simetris (lop sided). Kadang-kadang ditemukan buah red nose (warna orange pada pangkal buah) terutama di tempat-tempat yang terlindung dari sinar. Buah terserang bijinya abortus dan rasanya asam.
d.      Gejala tidak jelas.
Pada beberapa kasus misalnya temperatur rendah, varietas berbeda, konsentrasi L. asiaticus rendah (symptomless) defisiensi hara atau komplek, ada gejala penyakit lain yang menyebabkan ekspresi gejala CVPD di lapang tidak jelas, maka diperlukan proses deteksi yang disebut indeksing untuk memastikan penyebabnya. Indeksing dapat dilakukan dengan pemeriksaan melalui tanaman indikator, dengan uji serologi ELISA (Enzym Linked Immunosorbent Assay), DIBA (Dot Immono Blot Assay) atau dengan uji dengan PCR (Polymerase Chain Reaction).
Bioekologi Bakteri patogen mempunyai bentuk pleomorpik (beberapa bentuk). Bentuk batang panjang yang sedang tumbuh berukuran 100-250 x 500-2.500 nm yang berbentuk sperical (membulat) diameternya 700-800 nm. Bakteri ini tidak dapat dikulturkan. L. asiaticus hidup di dalam jaringan floem mengakibatkan sel-sel floem mengalami degenerasi sehingga menghambat tanaman menyerap nutrisi. Penyebaran ke bagian tanaman lain tergolong lambat, meskipun bakteri hidup dalam floem. Gejala baru terlihat 4-6 bulan setelah tanaman terinfeksi. Bahkan di lapang, gejala terlihat jelas setelah 1-3 tahun. Penyebaran CVPD antar daerah atau kebun (secara geografis) biasanya melalui mata-tempel atau bibit terinfeksi, sedangkan penyebaran di dalam kebun antar tanaman melalui serangga kutu loncat (Diaphorina citri) atau mata-tempel yang terinfeksi. Tipe hubungan patogen dalam tubuh serangga pembawa (vektor) bersifat persisten, sirkulatif dan non propagatif, artinya jika vektor CVPD telah mengandung L. asiaticus maka bila kondisinya ideal selama hidupnya akan terus mengandung bakteri, tetapi tidak diturunkan pada anaknya. Kutu loncat dapat menularkan CVPD pada tanaman sehat 168-360 jam setelah menghisap bakteri. Penularan melalui alat-alat pertanian terkontaminasi perlu diwaspadai seperti yang dilaporkan di Thailand. Sebaran geografis penyakit ini sangat luas terdapat pada hampir di semua sentra jeruk di Jawa, Bali, Sumatera, Sulawesi, dan NTB. Kalimantan yang selama ini bebas, mulai dicurigai tercemar juga. Penyakit ini ditemukan di daerah dengan ketinggian rendah (10 m dpl.) sampai ketinggian 1.000 m dpl. Sebagian besar varietas komersial peka terhadap penyakit ini. Varietas jeruk besar dan Konde Purworejo toleran.
Sedangkan menurut  (Wijaya,2008), tanaman yang terserang CVPD memperlihatkan gejala luar yaitu daun-daun klorosis, tegak dan kaku. Daun-daun tersebut memperlihatkan gejala vein banding yaitu tulang daun berwarna hijau tua dan lamina daun menguning. Pemeriksaan histologis dan anatomis menunjukkan bahwa pada tulang daun tanaman jeruk yang sakit terjadi kerusakan floem. Dalam jaringan floem tanaman sakit terdapat banyak sel yang rusak atau nekrosis. Jaringan floem tanaman sakit lebih tebal daripada daun tanaman sehat. Penebalan ini disebabkan oleh pertambahan jumlah sel (hyperplasia) dan hypertrophy atau pembesaran sel.
II.2 Pengendalian
Pengendalian penyakit CVPD masih sangat sulit untuk di lakukan dengan cara mekanik, karena tingkat penyebaran yang sangat cepat menyerang tanaman. Sehingga cara yang masih digunakan ialah dengan menggunakan teknik isolasi tanaman yang terserang virus. Adapun tahapan dalam isolasi adalah sebagai berikut :
            Tahap-Tahap Prosedur Isolasi Gen Resisten Penyakit CVPD
  1. Uji ketahanan tanaman jeruk kinkit dan karatachi serta tanaman jeruk budidaya (siem dan keprok) terhadap serangan penyakit CVPD dengan cara penularan mengunakan serangga vektor D. citri
  2. Deteksi PCR untuk memastikan serangan penyakit CVPD pada tanaman yang diuji.
  3. Jeruk kinkit dan karatachi dipilih sebagai tanaman yang toleran terhadap serangan penyakit CVPD (CVPDr)
  4. Transformasi genetik secara in vitro atau in planta pada tanaman jeruk kinkit dan karatachi
  5. Seleksi transforman (tanaman yang termutasi)
  6. Uji ketahanan terhadap serangan penyakit CVPD untuk tanaman-tanaman termutasi (transforman)
  7. Seleksi yang menjadi peka terhadap serangan penyakit CVPD (CVPDr-s)
  8. Inverse PCR (IPCR) untuk isolasi flanking DNA termutasi dari mutan tanaman jeruk kinkit CVPDr-s.
  9. Kloning produk IPCR (flanking DNA termutasi) pada vektor plasmid
  10. Sekuen fragmen DNA produk IPCR
  11. Formulasi primer untuk deteksi wild type target DNA yang mengandung gen untuk ketahanan terhadap serangan penyakit CVPD
  12. Deteksi dan isolasi serta kloning wild type target DNA yang mengandung gen untuk ketahanan terhadap serangan penyakit CVPD
  13. Analisis sekuen klon wild type target DNA yang mengandung gen untuk ketahanan terhadap serangan penyakit CVPD dan penentuan ORF (open reading frame) dari gen gen untuk ketahanan terhadap serangan penyakit CVPD (gen CVPDr)
  14. Over expression (produksi protein) gen CVPDr pada sel Escherichia coli
  15. Analisis fungsi protein yang dihasilkan oleh gen CVPDr dalam mekanisme ketahanan tanaman terhadap serangan penyakit CVPD
  16. Pembuatan tanaman jeruk transgenik menggunakan gen CVPDr
  17. Uji ketahanan tanaman jeruk transgenik dengan gen CVPDr terhadap serangan penyakit CVPD
Selain dengan menggunakan metode in vitro yaitu isolasi bisa dengan menggunakan pengendalian hayati dengan menggunakan musuh alami serangga yaitu parasitoid nimfa Tamarixia radiata Wat. (Hymenoptera : Euploidae) dan Diaphorencyrtus alligarensisi Shaffe (Hymenoptera : Encyrtidae).

Daftar pustaka
Anonymous, 2010. CVPD (Citrus vein Phloem Degeration)
File://D:PDF FILES\CVPD.pdf


Chen CN. 1998. Ecology of the insect vector of citrus systemic diseases and their control in Taiwan. Citrus Greening Control Project in Okinawa,
Japan. Extension Bulletin. 459 : 1 – 5.

Wirawan,  IGP. 2002.  Mekanisme Tingkat Melekul Infeksi Penyakit CVPD (Citrus Vein Phloem Degeneration) pada Tanaman Jeruk dan Peran Diaphorina citri Kuw. Sebagai Serangga Vektor. Laporan Pelaksanaan RUT IX. 1 Tahun 2002. Denpasar : Lembaga Penelitian Universitas Udayana.

Wijaya, IN. 2008.Pengendalian Penyakit CVPD pada Tanaman jeruk dan Penyakit Karat Puru pada Tanaman Albesia di Desa Taro. Kegiatan pengabdian Masyarakat Universitas Udayana

Rabu, 07 Desember 2011

Cerospora kikuchii


Penyakit ini disebakan oleh Cerospora kikuchii. Gejala pada biji yang terinfeksi akan mengalami disklorosi pada kulit biji yang berwarna pink sampai keunguan. Kualitas dari biji yang mengalami disklorosi sampai 50 % akan menurun jika ditanam akan layu, tinggi tanaman akan berkurang atau kerdil dan biji yang dihasilkan nantinya akan terinfeksi kembali.
Jamur ini menginfeksi pada lahan kedelai diluar musim tanam, spora yang dilepaskan akan masuk kedalam kotiledon dan batang tanaman. Jamur akan tumbuh di permukaan atau kulit biji dan menyebar kedalam hilum. Penyakit ini tidak mengurangi secara kuantitas biji. Tetapi akan menurunkan tingkat perkecambahan biji yang terinfeksi oleh penyakit ini dan menghasilkan biji yang lemah.
Biji kedelai yang terserang jamur C.kikuchii menyebabkan seed discoloration. Variasi discoloration mulai dari pink sampai ungu pucat sampai ungu gelap. Biji yang terinfeksi pada gamabr di bawah ini.
Apabila biji sakit ditanam, jamur akan tumbuh dari permukaan biji (seed coat) sampai kotiledon.
Pengendalian penyakit ini menggunakan varietas yang berproduksi tinggi dan resisten, menanam benih/biji yang sehat dan perlakuan benih dengan fungisida.

Senin, 05 Desember 2011

Bambu untuk Mengahadapi Pemanasan Global


hutan-bambuBambu berpotensi sebagai solusi  menghadapi permasalahan lingkungan terutama dalam mengatasi pemanasan global. Menurut Prof. Dr. Elizabeth Widjadja di Bandung, cepatnya pertumbuhan bambu dibanding dengan pohon kayu, membuat bambu dapat diunggulkan untuk menyelamatkan deforestasi. Selain itu, bambu juga merupakan penghasil oksigen paling besar dibanding pohon lainnya. Bambu juga memiliki daya serap karbon yang cukup tinggi untuk mengatasi persoalan CO2 di udara. Tanaman ini juga cukup baik untuk memperbaiki lahan kritis.
Kelebihan Bambu merupakan tanaman yang secara botanis tergolong pada famili Gramineae (rumput). Bambu mudah menyesuaikan diri dengan kondisi tanah dan cuaca yang ada, serta dapat tumbuh pada ketinggian sampai dengan 3.800 m di atas permukaan laut. Ada tiga kelebihan bambu jika dibandingkan dengan tanaman kayu-kayuan antara lain:
1. Tumbuh dengan Cepat. Bambu merupakan tanaman yang dapat tumbuh dalam waktu singkat dibandingkan dengan tanaman kayu-kayuan. Dalam sehari bambu dapat bertambah panjang 30-90 cm. Rata-rata pertumbuhan bambu untuk mencapai usia dewasa dibutuhkan waktu 3-6 tahun. Pada umur ini, bambu memiliki mutu dan kekuatan yang paling tinggi. Bambu yang telah dipanen akan segera tergantikan oleh batang bambu yang baru. Hal ini berlangsung secara terus menerus secara cepat sehingga tidak perlu dikhawatirkan bambu akan mengalami kepunahan karena dipanen. Berbeda dengan kayu, setelah ditebang akan memerlukan waktu yang cukup lama untuk menggantinya dengan pohon yang baru.
2. Tebang Pilih. Bambu yang telah dewasa yakni umur 3-6 tahun dapat dipanen untuk digunakan dalam berbagai keperluan. Dalam pemanenan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan metode tebang habis dan tebang pilih. Tebang habis yaitu menebang semua batang bambu dalam satu rumpun baik batang yang tua maupun yang muda. Metode ini kurang menguntungkan karena akan didapatkan kualitas bambu yang berbeda-beda dan tidak sesuai dengan yang diinginkan, selain itu akan memutuskan regenerasi bambu itu sendiri. Metode tebang pilih adalah metode penebangan berdasarkan umur bambu. Metode ini sangat efektif karena akan didapatkan mutu bambu sesuai dengan yang diinginkan dan kelangsungan pertumbuhan bambu akan tetap berjalan.
3. Meningkatkan Volume Air Bawah Tanah. Tanaman bambu memiliki akar rimpang yang sangat kuat. Struktur akar ini menjadikan bambu dapat mengikat tanah dan air dengan baik. Dibandingkan dengan pepohonan yang hanya menyerap air hujan 35-40% air hujan, bambu dapat menyerap air hujan hingga 90 %.
KONSERVASI ALAM
Data CIFOR telah memperkirakan hutan Indonesia sekitar 3,8 juta ha setiap tahun musnah akibat penebangan. Langkah bijaksana yang dapat diambil dalam jangka waktu pendek terutama untuk melindungi DAS adalah dengan menggunakan bambu sebagai tanaman reboisasi. Masyarakat Bali di Desa Pakraman Angseri telah sukses menggunakan bambu sebagai tanaman hutan rakyat seluas 12 ha. Hasilnya telah membantu menjaga dan memulihkan aliran air bawah tanah dan mata air panas, meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar hutan bambu untuk usaha kerajinan, serta menunjang kehidupan komunitas kera untuk dijadikan sebagai tempat wisata (Sumatera dan Peneng,  2005).
Utthan centre dalam upaya konservasi pada lahan bekas penambangan batu di India melakukan penanaman hutan bambu seluas 106 ha. Hasilnya dalam waktu 4 tahun permukaan air bawah tanah meningkat 6,3 m dan seluruh areal penanaman menghijau, serta memberi pekerjaan kepada sekitar 80% penduduk setempat dengan menambah pendapatan masyarakat melalui industri kerajinan bambu. (Tewari, 1980 dalam Garland 2004)
Hasil studi Akademi Beijing dan Xu Xiaoging, melakukan inventarisasi dan perencanaan hutan dengan melakukan studi banding hutan pinus dan bambu pada DAS ternyata bambu menambah 240% air bawah tanah lebih besar dibandingkan hutan pinus. (Bareis, 1998, dalam Garland 2004)
Cina, selain pertimbangan untuk konservasi menanam hutan bambu untuk kepentingan sumber air dan irigasi terdapat perhitungan ekonomis yang memiliki nilai komersial tinggi, didukung nilai adat dan budaya telah melakukan penanaman hutan bambu seluas 4,3 juta ha yang mampu menghasilkan bambu sebanyak 14,2 juta ton/tahun. Kondisi hutan bambu di Cina telah mencapai 3 % dari total hutan dan telah berhasil memberi kontribusi sekitar 25% dari total ekspor sebesar US $ 2,8 milyar (SFA, 1999,  Garland, 2004).
Sumber: www.mediaindonesia.com, www.infojawa.org, dan www.kabarindonesia.com

Sabtu, 03 Desember 2011

Pengaruh Perubahan Iklim Terhadap Sektor Pertanian


Beberapa penemuan terakhir mulai memperjelas pengaruh iklim terhadap produksi pertanian. Pada pertemuan The Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) dilaporkan berbagai model simulasi untuk menduga pengaruh perubahan iklim terhadap produksi tanaman. Pengaruh pada produksi pertanian dapat disebabkan paling tidak oleh pengaruhnya terhadap produktivitas tanaman, pengaruh terhadap organisme pengganggu tanaman, dan kondisi tanah.
Berdasarkan tipe fotosintesis, tumbuhan dibagi ke dalam tiga kelompok besar, yaitu C3, C4, dan CAM (crassulacean acid metabolism). Tumbuhan C4 dan CAM lebih adaptif di daerah panas dan kering dibandingkan dengan tumbuhan C3. Namun tanaman C3 lebih adaptif pada kondisi kandungan CO2 atmosfer tinggi.
Sebagian besar tanaman pertanian, seperti padi, gandum, kentang, kedelai, kacang-kacangan, dan kapas merupakan tanaman dari kelompok C3. Tanaman pangan yang tumbuh di daerah tropis, terutama gandum, akan mengalami penurunan hasil yang nyata dengan adanya kenaikan sedikit suhu karena saat ini gandum dibudidayakan pada kondisi suhu toleransi maksimum. Negara berkembang akan berada pada posisi sulit untuk mempertahankan kecukupan pangan.
Perubahan iklim akan memacu berbagai pengaruh yang berbeda terhadap jenis hama dan penyakit. Perubahan iklim akan mempengaruhi kecepatan perkembangan individu hama dan penyakit, jumlah generasi hama, dan tingkat inokulum patogen, atau kepekaan tanaman inang. Menurut Wiyono3 pengaruh iklim terhadap perkembangan hama dan penyakit tanaman dapat dikategorikan ke dalam tiga bentuk, yaitu (1) eskalasi, di mana hama-penyakit yang dulunya penting menjadi makin merusak, atau tingkat kerusakannya menjadi lebih besar; (2) perubahan status; dan (3) degradasi. Patogen yang ditularkan melalui vektor perlu mendapat perhatian penting, kerusakan tanaman akan menjadi berlipat ganda akibat patogen dan serangga vektornya (Ghini 2005, Garrett et al. 2006). Peningkatan suhu udara merangsang terjadinya ledakan serangga vektor. Oleh karenanya penyebaran dan intensitas penyakit diduga akan meledak. Indonesia memiliki beberapa penyakit penting yang ditularkan oleh vektor seperti virus kerdil pada padi, CVPD pada jeruk, dan yang lainnya. Selain mempengaruhi pertumbuhan dan aktivitas vektor, peningkatan suhu juga mendorong aktivitas patogen tertentu. Patogen yang memiliki adaptabilitas pada suhu yang cukup luas akan mudah beradaptasi dengan peningkatan suhu udara.
Menyimak kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi di atas, wajar apabila orang yang tinggal di sekitar daerah tropis merasa khawatir atas terjadinya perubahan iklim. Namun, apakah mungkin perubahan iklim ini dapat diatasi hanya dengan perbaikan lingkungan di daerah tropis? Padahal penyumbang masalah terjadinya perubahan iklim bukan hanya akibat konversi hutan atau lahan budi daya pertanian. [Warta Biogen Vol. 3, No. 3, Desember 2007]