1.1 Jenis
media berdasar komposisi
a. Media Vacin and Went
Media ini
dikembangkan khusus untuk kultur anggrek. Knudson pada tahun 1922,
menemukan penambahan 7.6 mM NH4+ disamping 8.5 mM NO3-,
sangat baik untuk perkencambahan dan pertumbuhan biji anggrek. Penambahan
NH4+ ternyata dibutuhkan untuk perkembangan protocorm.
b. Knudson C : Digunakan untuk kultur pada biji anggrek dan kultur meristem.
c.
Murashige-Skoog (MS) :
1. Murashige and Skoogbasic medium : Digunakan untuk menumbuhkan
kalus tembakautapi sering digunakan untuk kultur jaringan yang lain.
2. Murashige and Skoogbasic high salt medium : Untuk mengoptimalkan
pertumbuhan kalus tembakau.
d.
Knop’s
solution : Digunakan untuk pertumbuhan embrio
e.
Media
White : Untuk
kultur jaringan tumor bunga matahari, ditemukan bahwa unsur makro yang
dibutuhkan kultur tersebut, lebih tinggi dari pada yang dibutuhkan oleh kultur
tembakau. Unsur F, Ca, Hg dan S pada media untuk tumor bunga matahari ini, sama
dengan media untuk jaringan normal yang dikembangkan kemudian. Konsentrasi NO3-
dan K+ yang digunakan Hildebrant ini lebih tinggi dari media
white, tetapi masih lebih rendah dari pada media-media lain yang umum digunakan
sekarang.
f.
Media Nitsch & Nitsch : Menggunakan NO3-
dan K+ dengan kadar yang cukup tinggi untuk mengkulturkan
jaringan tanaman artichoke Jerussalem.
1.2 Jenis
media berdasar keadaan fisik serta kelebihan dan kekurangan
a.
Media padat
Media padat adalah media yang mengandung semua
komponen kimia yang dibutuhkan oleh tanaman dan dipadatkan dengan menambahkan
zat pemadat. Zat pemadat tersebut dapat berupa agar-agar batangan, agar-agar
bubuk, ataupun agar-agar kemasan kaleng yang khusus digunakan untuk keperluan
laboratorium. Penggunaan agar-agar kemasan kertas(yang biasa digunakan sebagai
bahan makanan) untuk medium kultur jaringan memerlukan perhitungan yang
teliti,supaya medium tersebut tidak terlalu padat atau lembek. Penggunaan
agar-agar kemasan kertas biasanya
berkisar 8-10 g/liter. Media yang terlalu padat dapat mengakibatkan akar
sukar tumbuh, media yang telalu lembek dapat menyebabkan tenggelamnya eksplan
dan menyebabkan busuk dan akhirnya mengundang bakteri ataupun jamur.
Metode
padat dapat digunakan untuk kloning, untuk menumbuhkan protoplas setelah
diisolasi, menumbuhkan planlet dari protokormus setelah dipindahkan dari
suspensi sel,dan menumbuhkan planlet daridari potoplas yang sudah difusikan.
Metode ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan kalus(induksi kalus) dan
kemudian dengan medium diferensiasi yang berguna untukmenumbuhkan akar serta tunas
sehingga kalus dapat tumbuh menjadi planlet.
(Anonymous,
2009)
b. Media
cair
Jenis media ini sama dengan
media padat hanya saja tanpa dilakukan penambahan zat pemadat. Penggunaan metode ini kurang praktis
karena untuk menumbuhkan kalus langsung dari eksplan sangat sulit sehingga
keberhasilannya sangat kecil dan hanya tanaman-tanaman tertentu saja yang dapat
tumbuh, oleh karena itu pemakaian media cair ditekankan pada suspensi sel,
yaitu untuk menumbuhkan protokormus. Dari protokormus ini nantinya dapat tumbuh
menjadi planlet apabila dipindahkan ke media padat yang sesuai. Selain
menumbuhkan protokormus, media cair juga digunakan untuk memperbanyak kalus
dengan jalan berulang kali melakukan sub kultur. Suspensi sel dapat pula
diartikan sebagai kultur dari sel-sel bebas di dalam media cair. Tujuan khusus
dari suspensi sel adalah untuk memecah kalus menjadi single sel.
(Anonymous,
2009)
1.3 Komposisi
media in vitro padat
·
Senyawa Anorganik
Jaringan ditumbuhkan
membutuhkan beberapa bahan anorganik secara terus menerus. Selain C, H, O
senyawa yang diperlukan adalah:
1.
Nitrogen : Diperlukan
untuk pembentukan enzim, asam amino dan asam nukleat. Diberikan dalam bentuk NH4+/
NO3-.
2.
Phospor : Diperlukan
untuk pembentukan ATP, asam nukleat dan koenzim.
3.
Kalium : Diperlukan dalam
sintesis enzim, asam amino dan protein, serta pembukaan dan penutupan stomata.
4.
Kalsium : Diperlukan
untuk pembentukan dinding sel, kofaktor enzim dan permeabilitas sel.
5.
Magnesium :
Diperlukan untuk pembentukan molekul klorofil dan aktifitas enzim.
6.
Sulfur : Diperlukan
dalam sintesis beberapa asam amino dan protein serta koenzim A.
7.
Besi : Untuk
pembentukan klorofil dan sitokrom.
8.
Chlor : Diperlukan
dalam pengendalian tekanan osmosis dan keseimbangan ion.
9.
Tembaga : Untuk aktivator
enzim.
10.
Mangan : Untuk aktivator
enzim.
11.
Seng : Untuk
aktivator enzim.
12.
Boron : Mempengaruhi
penggunaan kalsium.
13.
Cobalt : Terutama untuk
tanaman yang melakukan fiksasi N.
(Wardiyati,
1998)
·
Senyawa Organik
1.
Vitamin
Vitamin
dibutuhkan dalam jumlah yang kecil
sekali. Thiamin (B1) diperlukan
oleh seluruh kultur jaringan, sedangkan Nicotinic Acid (niacin) dan Pyridoxine
(B6) untuk menstimulir pertumbuhan. Beberapa vitamin mudah terurai oleh panas,
maka sterilisasi dilakukan dengan menggunakan filter pipet mikro.
2.
Asam Amino
Sumber
N organik dalam media ialah asam
amino glutamin, asparagin dan adenin.
Dalam media modern penggunaan asam amino jarang dilakukan asal
keseimbangan antara NO3 dengan
NH4 sudah mencukupi kebutuhan N.
3.
Senyawa Kompleks
Senyawa
kompleks yang sering dipakai ialah ekstrak
ragi, casein hydrolysate, air kelapa, kentang, dll.
(Wardiyati, 1998)
·
Senyawa Carbon
Carbon
diperlukan sebagai sumber energi untuk tumbuh yang diperlukan dalam bentuk
sucrose, glucose, maltose, galactose dan monitol.
(Wardiyati, 1998)
·
pH
Apabila
pH terlalu rendah maka akan terjadi:
1.
Auksin IAA dan asam giberelat menjadi kurang stabil
2.
Agar menjadi lembek
3.
Garam-garam fosfat dan besi menjadi tidak stabil
4.
Vitamin B1 dan panthotenate menjadi tidak stabil
5.
Serapan ion amonium dihambat
Pemanasan
dengan autoclave dapat juga menurunkan pH sebanyak 1,0-2,0 sehingga sebelum di
autoclave diusahakan pH tidak terlalu rendah.
(Wardiyati,
1998)
·
Agar
Agar-agar gel adalah suatu senyawa polisakarida dengan molekul
berat/ besar yang diekstrak dari rumput laut “genus gelidium”. Agar-agar gel
larut dalam suhu 900C dan padat pada suhu di bawah 400C
serta berwarna bening.
Tedapat 3 jenis agar berdasarkan kemurniannya yaitu ultra murni,
murni tepung dan agar tepung.
(Wardiyati,
1998)
·
Air
Air yang
digunakan dalam media harus didestilasi satu atau dua kali dan dapat digunakan
demineralisasi (bebas ion).
(Wardiyati, 1998)
·
ZPT
Satu ZPT
tidak bekerja sendiri dalam mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan.
a)
Auksin
b)
Giberellin
c)
Ethylen
d)
Cytokinin
e)
Inhibitors
(Anonymous, 2008)
1.4 Jenis,
fungsi dan contoh zpt yang diperlukan untuk menunjang pertumbuhan
Zat pengatur tumbuh pada tanaman ialah
senyawa organic bukan hara, yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung,
menghambat dan dapat merubah proses fisiologi tumbuhan (Hendaryono dan Wijayani,
1994). Zat pengatur tumbuh dalam tanaman terdiri dari:
a)
Auksin : Untuk merangsang
kalus, suspensi sel dan organ. Jenis-jenis auxin diantaranya adalah
Indola Acetic Acid (IAA),
naphtaleneacetic acid (NAA), 2,4-dicloro phenoxyacetic (2.4-D) (salah satu
auksin yang berperan dalam pertumbuhan kalus dari eksplan dan menghambat
regenerasi pucuk tanaman).
Golongan
Sitokinin seperti Kinetin, Benziladenin (BA), 2I-P, Zeatin, Thidiazuron, dan
PBA. Fungsi
sitokinin terhadap tanaman antara lain adalah:
·
Memacu terbentuknya organogenesis dan morfogenesis.
·
Memacu terjadinya pembelahan sel.
·
Kombinasi antara auxin dan sitokinin akan memacu
pertumbuhan kalus.
(Anonymous,2009)
c) Giberelin : Penggunaan
giberilin dalam kultur jaringan tanaman, kadang-kadang membantu morfogenesis.
Tetapi dalam kultur kalus dimana pertumbuhan sudah cepat hanya dengan auksin
dan sitokinin, maka penambahan giberelin sering menghambat. Pada umumnya
giberelin terutama GA3 menghambat perakaran. Namun dalam kultur bit gula, GA3
merangsang pembentukan pucuk dari potongan inflorescence.
Secara umum fungsi geberelin antara lain adalah:
·
Mematahkan dormansi
·
Memacu perkecambahan.
·
Memacu terjadinya proses imbibisi.
(Anonymous,2009)
1.5
Bahan lain yang kadang ditambahkan dalam
media in vitro dan cara penambahannya
Sukrosa diberikan
sebagai sumber energi dan karbon yang utama dalam kulur jaringan.. Sukrosa dengan
konsentrasi 2%-5% merupakan sumber karbon. Penggunaan sukrosa di atas kadar 3%
menyebabkan terjadinya penebalan dinding sel. Pengaruh rangsangan dari gula
terhadap pertumbuhan ditentukan juga oleh cara sterilisasinya. Penggunaan
autoklaf untuk sterilisasi dapat memberikan pengaruh baik/buruk terhadap
pertumbuhan, tergantung dari gula yang digunakan dalam medium tersebut.
(Anonymous, 2009)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar